Berebut Kiblat Irama Tabla. Bag 4

Rabu, 11 Maret 2009
"Saya pernah dengar lagu Evie Tamala yang cuma diiringi gitar akustik. Luar biasa. Ada sensasi baru muncul. Beat dan kualitas sound akustiknya benar-benar beda," kata Baron kepada Bambang Sulistiyo dari Gatra. Dangdut memang telah berubah. Pengamat mode Anton Diaz juga menilai pendekatan busana para penyanyi dangdut kini jauh berbeda.

Anton, yang tahun lalu meraih predikat penata busana terpuji Festival Film Bandung --untuk film Ca Bau Kan-- menilai kostum penyanyi dangdut semula berkesan norak, warnanya kinclong gemerlap, garisnya ketat, seksi, dan rame. "Sekarang penyanyi dangdut memilih kostum yang lebih simpel. Seperti halnya perkembangan fashion dunia. Selera memang berubah," katanya.

Penyair Sapardi Djoko Damono juga menengarai adanya perubahan besar pada musik dangdut. Lirik dangdut --yang dulu sangat sederhana-- kini sebagian sudah disusun dengan puitis. "Ini menunjukkan, dalam dangdut itu sendiri terkandung intelektualitas," kata Sapardi kepada wartawan Gatra Kholis Bahtiar Bakri.

Apa karena itu dangdut akan makin disukai? Djaduk Ferianto, budayawan yang menjadi komandan kelompok musik Kua Etnika, melihat sukses dangdut di masyarakat tak bisa hanya dilihat dari urusan musik dan lirik. "Tapi karena jiwa bangsa ini, ya, jiwa dangdut. Darah kita ini, ya, darah dangdut," katanya kepada Gatra.

Melongok dan mencoba membedah dangdut memang bukan soal mudah. Barangkali menganalisis dangdut agak bertentangan dengan sifat asli jenis musik ini. Mungkin yang benar adalah pandangan Camelia Malik, penyanyi dangdut papan atas, yang mengaku juga kesulitan jika diminta mendefinisikan dangdut.

"Dangdut itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dangdut itu pokoknya nikmat, komunikatif, dan menghibur," katanya.

"... sulingnya suling bambu/gendangnya kulit lembu/dangdut suara gendang/rasa ingin berdendang....".Dikutip dari : Gatra

0 komentar:

Posting Komentar

banner125125 d'famous_125x125 balihemat ads_box ads_box ads_box